"Itu sisi gelap gue, yang sering membuat gue malu dan sering membuat gue teriak kalau ingat masa lalu," tuturnya di Hard Rock Cafe Jakarta, Kamis (28/9). Dan lebih mengejutkan lagi, Enda akrab dengan yang namanya minuman keras , sejenis Nipam, Lexotan sejak masih SD. Beranjak ke SMP, ia mulai akrab dengan ganja dan morfin. "Waktu SD, gue sering pulang malam dan temen-temennya itu anak-anak SMA," ujarnya. Mulai SMA, dia mulai mengkonsumsi putaw, dan berlangsung cukup lama sampai akhir 1999.
Dari petualangan gilanya itu sempat membuat Enda nyaris ketemu ajal. "Tapi tidak mati juga, dan itu sampai tiga kali," katanya sembari menunjukkan bekas sayatan dibagian tangannya sebagai tanda kegilaan. "Bekas besyet ini, tak lain ulah dari keinginan tahu gue mengenai rasa sakit. Apa rasa sakit itu nikmat apa tidak. Dan waktu itu memang nikmat yang gue temuin," jelasnya.
Pada suatu saat Enda ketemu Maki dan Pasha. "Waktu itu gue ketemu mereka dan gue iri banget sama mereka karena badan mereka lebih terlihat sehat. Sementara gue, gitar saja sudah ngak punya. Dan gue, dijanjiin sama Maki, kalau lu sembuh, lu akan gue kasih gitar dan effectnya sekalian," kenang Enda. Waktu itu, Enda hidup ngamen di Jakarta, hasilnya untuk membeli putaw. "Gue merasa lebih sehat dengan mengkonsumsi putaw dari pada makan nasi."
Akhirnya Enda menghentikan semuanya, tentu dengan rasa sakit yang dideranya. Suatu saat dia ingin kembali, secara reflek dia mengambil air wudhu. "Dan ajaib dengan air wudhu gue sembuh tanpa kedokter," ujarnya.
"Yang paling gue sesali adalah gue membodohi ortu. Gue yakin ortu akan merasa gagal mendidik gue, padahal tidak. Dasar guenya saja yang bandel. Dan ini yang paling gue ingat-ingat. Apapun yang gue berikan kepada ortu saat ini sepertinya ngak bakal menutupi kebaikkan mereka," sesal Enda.